Loading...

Kakiku pun melangkah lagi

Kamis, 09 Februari 2012

Sore itu, semilir angin yang berhembus kencang tiba-tiba berhenti begitu saja. Awan-awan yang tadinya tersenyum senang berubah suram  manakala langkah kakiku semakin berat saja. Rerumputan kering yang kuinjak ternyata ikhlas ketika langkah demi langkah kakiku ini mengenainya. Pohon-pohon di sekelilingku pun hanya bisa memasang raut muka yang menunjukkan rasa kasihan kepadaku. Tidak lama kemudian, awan pun mengeluarkan tangisnya. Ternyata sore ini hujan yang ditunggu-tunggu oleh rerumputan kering itu akhirnya turun juga. Rerumputan, pohon-pohon, dan semak belukar berubah menjadi senang. Seakan-akan sudah melupakan keberadaanku pada waktu itu. Berbeda dengan diriku yang belum jelas nasibnya.  Oh Tuhan. Sampai kapan aku berjalan tanpa tujuan. Sampai kapan aku harus merangkak menuju tempat yang aku pun tak tahu harus kemana. Langkah kakiku pun terhenti ketika ada seorang bocah yang duduk di pinggir jalan yang kulewati. Ia seusia anak sepuluh tahunan. Penampilannya tidak seburuk penampilanku. Wajahnya masih cantik nan elok. Sepertinya dia anak orang kaya. Tapi kemudian aku sadar bahwa kondisi gadis itu pun tak kalah jauh dengan kondisiku saat ini. Kulihat dia kebingungan, duduk bersandar sebuah pohon yang rindang. Sehingga bisa melindungi anak itu dari air hujan. Pohon itu daun-daunnya berjatuhan mengenainya. Seakan pohon itu ingin menyapa sang gadis. Tanpa pikir panjang, aku pun memutuskan untuk menghampiri gadis yang belum kukenal itu. Dan percakapan bersejarah itu pun dimulai.

    “Permisi, mohon maaf mengganggu. Apakah adik sedang mengalami masalah? Dari tadi saya perhatikan tampaknya sedang kebingungan.” ucapku mengawali pembicaraan.
“Oh. Anda siapa ya kak? Apakah anak sini? Apa sudah lama tinggal disini?” dia balik bertanya.

“Tidak. Saya bukan orang sini. Saya pergi berkelana hingga sekarang berada di daerah sini. Saya tak tahu mau pergi kemana lagi. Saya sudah lelah bepergian jauh namun tidak ada tujuan. Saya merasa tidak berguna lagi melihat kondisiku yang seperti sekarang ini. Saya merasa tidak bermanfaat lagi bagi siapa pun. Tapi saya ingin berubah. Saya ingin bermanfaat bagi orang lain dik.”  Jawabku sambil merenung sembari mengamati tetes air hujan.

Tidak lama kemudian kami saling diam. Kami hanya bisa saling pandang. Kadang-kadang sembari memikirkan hal-hal yang mungkin sedang dialami masing-masing. Sambil menikmati tetes demi tetes air hujan yang menyaksikan pertemuan pertama kami. Masih dalam keadaan saling diam, ia kemudian melantunkan sebaitu lagu mellow. Lagu yang sangat jarang terdengar di masa sekarang. Namun tampaknya gadis itu masih sangat fasih dalam menyanyikan lagu itu sambil diiringi oleh nyanyian air hujan yang tertumpah dari langit.  Setelah menyelesaikan bait lagu itu, dia pun berkata kepadaku.

“Kak, lihatlah air hujan itu.”

“Iya. Kenapa?”

“Dari tadi kuperhatikan butiran-butiran air itu menetes dari langit  menuju ke tempat yang sama, yaitu bumi. Tidak ada setetes pun air yang menyalahi takdir dengan mencoba menetes menuju ke tempat selain bumi. Semua tunduk dan patuh kepada Yang Maha Mengatur hujan. Bayangkan kak, jika air hujan itu tidak mau menetes ke permukaan bumi. Pastilah tanaman sulit tumbuh. Hewan-hewan ternak kesulitan mencari minum. Tidak mungkin kita melihat padang rumput yang hijau nan indah itu manakala tidak ada air hujan yang turun ke bumi. Jadi, air hujan itu, meskipun kita melihatnya hanyalah sebuah air yang menetes, tapi terkandung banyak manfaat yang ada di dalam butiran-butiran air itu.”

Kemudian gadis itu diam sejenak. Sambil menunduk, ia meneruskan penjelasannya.

“Begitulah semestinya kita hidup kak. Kita hidup di dunia ini punya tujuan. Meskipun kita jika dilihat dari luar hanyalah seseorang yang mungkin tidak terlalu berharga. Tapi jika kita bertindak sesuai tujuan kita. Maka kita akan  menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain. Seperti air hujan yang hanya berupa tetesan air saja. Tapi karena air itu punya tujuan yang jelas dan fokus pada tujuannya, yaitu bumi, maka air itu akan menjadikan dirinya bermanfaat bagi sesuatu yang disekitarnya. Nah, jadi kita tidak perlu menyesal dengan kondisi kita saat ini. Kalau kakak bingung mau melangkah kemana, pastikan dulu tujuan kakak. Baru kemudian kakak melangkah menuju tujuan kakak itu sambil senantiasa menebar kebaikan. Pasti kakak akan menjadi orang yang bermanfaat. Percaya deh kak.” ujarnya panjang lebar.

Aku hanya termenung terdiam mendengarkan penjelasan gadis kecil tadi. Sungguh takjub aku melihat seorang anak sekecil itu mampu membaca peristiwa alam yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Akhirnya setelah mengucapkan terima kasih, meskipun sampai sekarang aku belum mengetahui asal-usul gadis kecil itu. Lalu aku pun beranjak pergi dari tempat itu karena hujan sudah reda. aku bertekad akan memperbaiki langkahku. Dan kakiku pun akhirnya melangkah lagi. Dengan secuplik rasa bimbang yang masih tersisa, kuputuskan untuk berjalan menebar kebaikan. Banyak orang kesusahan yang kutemui sepanjang perjalanan. Aku datang bukan untuk menemaninya susah. Tapi untuk sekadar berbagi senyum dengan mereka, hingga mereka tidak merasakan kesulitan yang menimpanya. Dengan kesusahan yang aku miliki, aku tetap akan bangkit. Karena dulu pernah ada seorang kawan yang menasihatiku, bahwa bersusah-susahlah kalian hingga kesusahan itu susah menyusahkanmu, tapi bukan berarti kita mencari kesusahan.       
  
Dua tahun setelah pertemuanku dengan gadis yang dahulu pernah menasihatiku, dalam perjalananku, aku menemukan sebuah perkampungan yang sangat damai, tenang, dan jauh dari keramaian. Pada suatu malam, aku tidur di masjid setempat. Kemudian takmir masjid setempat berbaik hati dengan menjadikanku sebagai tukang bersih-bersih masjid dengan gaji ala kadarnya pada waktu itu. Tapi aku sangat bersyukur karena sudah bermanfaat bagi orang lain. Hingga kemudian aku diangkat menjadi muadzin di masjid itu, kemudian menjadi pengajar baca tulis Alquran dan penceramah tetap. Aku tambah bersyukur kepada Yang Maha Memberi rizki kepadaku hingga aku tidak merasa kekurangan lagi. Aku tak berhenti sampai disitu. Kakiku pun kan melangkah lagi. Dua tahun kemudian aku mendapat kesempatan untuk berangkat ke Arab guna meningkatkan kemampuanku di bidang agama. Semua itu tiadalah terjadi secara instan. Namun melalui ikhtiar yang sangat panjang. Melalui sebuah proses yang teramat keras lagi melelahkan. Namun semuanya dapat berjalan lancar. Karena aku melakukan semua ini dengan memohon petunjuk-Nya. Senantiasa menebar kebaikan dalam menjalani proses menuju pada Tujuan kita. Tujuan dari segala tujuan. Tujuan yang hakiki. Yaitu Allah. Allah Ghayatuna. Hanyalah Allah tujuanku. 

~ The End ~

TIto Wahyu Purnomo
(Lomba Cerpen se-FMIPA UNY dalam rangka Dies Natalis Jurdik Kimia ke-55 Tahun)
Advertise Here
By bungfrangki.com
300x250

Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda